22 April 2008

HIV PADA ANAK

DEFINISI
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih dan menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Stadium akhir dari infeksi HIV adalah AIDS.
AIDS adalah suatu keadaan dimana penurunan sistem kekebalan tubuh yang didapat menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh terhadap penyakit sehingga terjadi infeksi, beberapa jenis kanker dan kemunduran sistem saraf. Seseorang yang terinfeksi oleh HIV mungkin tidak menderita AIDS; sedangkan yang lainnya baru menimbulkan gejala beberapa tahun setelah terinfeksi. Infeksi HIV yang berakhir menjadi AIDS, telah menjadi penyebab utama kematian pada anak-anak. Pada tahun 1995 CDC (Centers for Disease Control and Prevention) telah menerima laporan tentang jumlah anak yang terinfeksi oleh HIV pada saat lahir, yaitu sebanyak 5500 anak.

PENYEBAB
Penyebab infeksi HIV adalah virus HIV-1 atau virus HIV-2 (lebih jarang).
Tiga cara penularan virus kepada anak-anak:
1.Ketika anak masih berada dalam kandungan
2.Pada saat proses persalinan berlangsung
3.Melalui ASI.
Sering ada kesan bahwa sebagian besar anak yang dilahirkan oleh ibu yang HIV-positif akan terinfeksi. Sebenarnya 60-75 persen anak tersebut tidak terinfeksi, walau tidak ada intervensi apa pun. Rata-rata 30 persen terinfeksi, dengan 5 – 10 persen dalam kandungan, 15 persen waktu lahir dan 5 - 15 persen dari air susu ibu (ASI).Belum ada kasus anak yang terinfeksi akibat kegiatan sehari-hari di rumah,walaupun ibunya atau anggota keluarga lain HIV positif. Sebaliknya,HIV tidak dapat menularkan melalui hubungan langsung dengan anak,misalnya memeluk, mencium,memandikan,mengganti popok,atau waktu bermain.

GAMBARAN KLINIS
WHO sudah mengusulkan dipakai daftar stadium untuk anak yang serupa dengan stadium orang dewasa dan remaja dengan HIV, dengan empat stadium: tanpa gejala; gejala ringan; gejala lanjut; dan gejala berat. Namun gejala pada stadium anak agak berbeda dengan gejala untuk orang dewasa dan remaja.
1.Derajat 1 (Asimtomatik)
•Tanpa gejala
•Limfadenopati generalisata yang persisten
2.Derajat 2 (Ringan)
•Persisten hepatosplenomegali tanpa sebab yang jelas
•Erupsi pruritus papular
•Infeksi jamur pada kuku
•Angular cheilitis
•Eritema pada garis gingiva
•Infeksi wart virus yang luas
•Molluscum contagiosum
•Ulkus pada rongga mulut yang tidak sembuh
•Pembesaran kelenjar parotis tanpa ada sebab yang jelas
•Herpes zoster
•Infeksi saluran nafas atas yang kronis (otitis media, otorrhoea, sinusitis, tonsillitis)
3. Derajat 3 (Lanjut)
•Moderate malnutrisi
•Diarrhoea kronis (14 days or more)
•demam lama (lebih dari 37.5ยบ C intermittent atau menetap, selama lebih dari 1 bulan)
•Kandidiasis oral persisten (setelah umur 6–8 minggu)
•Oral hairy leukoplakia
•Acute necrotizing ulcerative Gingivitis/ periodontitis
•Limfadenitis TB
•TB paru
•Pneumonia bakterial yang kambuhan
•Gejala intersisial pneumonitis limfoid
•Bronchiectasis dan infeksi oportunistik paru lain
•Anemia(<8 g/dl),neutropenia(<0.5 x 109/L3)atau thrombositopenia kronis(<50 x 109/L3)
4. Derajat 4 (Berat)
•Malnutrisi yang tidak membaik dengan terapi standart
•Pneumocystis pneumonia
•Infeksi bakteri (e.g. empyema, pyomyositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis)
•herpes simplex kronis (orolabial, kulit dan visceral selama lebih dari 1 bulan)
•kandidiasis esophageal/trakea/bronkus/paru
•TB ekstra paru
•Kaposi sarcoma
•Cytomegalovirus: retinitis atau CMV yang lebih dari 1 bulan
•Toxoplasmosis (setelah umur 1 bulan)
•Cryptococcosis ekstra paru (termasuk meningitis)
•Encephalopati HIV
•Endemic mycosis (extrapulmonary histoplasmosis, coccidioidomycosis)
•Infeksi mycobacterium non TB
•Cryptosporidiosis kronis (dengan diarrhoea)
•Isosporiasis kronis
•Non-Hodgkin lymphoma sel B atau serebral
•Leukoencephalopathy progresif
•HIV-associated nefropati atau HIV-associated cardiomyopati
Sementara WHO mengklasifikasikan derajat HIV/AIDS berdasarkan hitung sel CD4. CD4 bisa sebagai deteksi awal karena jumlahnya yang rendah sebelum gejala klinis progresif terjadi. CD4 juga salah satu pertimbangan untuk memberikan terapi ART. Pada anak yang usianya lebih muda kadar CD4-nya lebih tinggi dibanding yang tua atau dewasa.

PERKEMBANGAN PENYAKIT HIV PADA ANAK
Sebagian kecil anak yang terinfeksi agak dini pada kehamilan akan mengembangkan tanda dan gejala penyakit pada usia 1-2 tahun; anak ini dianggap sebagai ‘pelanjut cepat’. Anak tersebut akan melaju ke masa AIDS secara sangat cepat, dan kadar CD4 akan cepat merosot menjadi di bawah 100 sebelum usia dua tahun. Gejala dapat mencakup gagal tumbuh, ensefalopati, dan/atau infeksi oportunistik umum.
Sebagian besar anak dengan HIV, yang terinfeksi waktu melahirkan atau melalui menyusui, menlanjut secara menengah. Anak tersebut cenderung mengembangkan bukti kerusakan parah pada sistem kekebalan tubuh pada usia 7-8 tahun. Kehilangan sel CD4 akan berlanjut berangsur-angsur. Gejala dapat mencakup limfadenopati dan penyakit masa kanak-kanak yang kambuhan, dengan fungsi kekebalan tubuh tidak rusak berat. Kelompok ini, yang disebut ‘pelanjut pelan’, mempunyai harapan hidup lebih baik.
Sekelompok kecil anak dengan HIV akan tetap sehat dengan sedikit atau tiada gejala penyakit HIV, dan kadar CD4 yang normal atau sedikit ditekan sampai dengan usia sembilan tahun.Pelanjut cepat terdiri dari kurang-lebih 20 persen anak dengan HIV; pelanjut pelan 60 persen,dan non-pelanjut adalah 20 persen.Semua angka ini dikumpulkan sebelum ada terapi antiretroviral dan pengobatan dini untuk bayi dengan HIV.

DIAGNOSIS DENGAN TES HIV
Sementara diagnosis HIV pada orang dewasa relatif mudah, menentukan apakah seorang bayi terinfeksi atau tidak adalah jauh lebih rumit.. Pada bayi baru lahir, pemeriksaan darah standar untuk antibodi HIV tidak bersifat diagnostik karena jika ibunya terinfeksi HIV, maka darah bayi hampir selalu mengandung antibodi HIV.
Antibodi ini akan tetap berada dalam darah bayi selama 12-18 bulan. Jika bayi tidak terinfeksi, maka setelah berumur 18 bulan, antibodi ini akan menghilang; tetapi jika bayi terinfeksi, maka antibodi HIV tetap ditemukan dalam darahnya. Oleh karena itu untuk mendiagnosis infeksi HIV pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan dilakukan pemeriksaan darah khusus, yaitu reaksi rantai polimerase (PCR, polymerase chain reaction), tes antigen p24 atau pembiakan virus HIV. Untuk bayi yang berumur lebih dari 18 bulan dilalukan pemeriksaan darah standar untuk infeksi HIV.
a. Tes Antibodi
Antibodi terhadap HIV diserahkan dari ibu ke janin melalui plasenta. Jadi bila seorang bayi yang terlahir oleh ibu yang HIV-positif dites HIV waktu lahir, hasilnya pasti akan positif. Namun HIV sendiri hanya tertular pada kurang lebih 20 persen bayi dalam kandungan atau waktu melahirkan. Sedikitnya, antibodi ibu berada dalam darah bayi untuk enam bulan pertama hidupnya. Setelah enam bulan, jumlah antibodi ibu mulai berkurang, dan hasil tes HIV kebanyakan bayi yang tidak terinfeksi akan menjadi negatif pada usia 12 bulan. Namun kadang kala, antibodi dari ibu baru hilang pada usia 18 bulan. Sebaliknya, setelah beberapa bulan, seorang bayi yang terinfeksi HIV akan membentuk antibodi sendiri terhadap HIV, dan hasil tes HIV akan tetap positif untuk seumur hidup. Hasil tes HIV positif pada seorang anak berusia 18 bulan ke atas berarti anak tersebut terinfeksi HIV.
Tes antibodi HIV dapat dipakai untuk memastikan bahwa anak tidak terinfeksi HIV asal anak tidak diberikan ASI oleh ibu yang HIV-positif sedikitnya dalam enam minggu sebelum dites. Seorang anak yang tidak disusui selama enam minggu terakhir dengan hasil tes HIV negatif tidak terinfeksi HIV.
b. Tes Virus
Berbeda dengan tes antibodi, tes virus dapat menentukan apakah bayi terinfeksi dalam bulan-bulan pertama hidupnya. Tes RNA HIV dengan alat PCR, yang biasanya dilakukan untuk mengukur viral load, dapat mendeteksikan virus dalam darah, dan dapat dipakai untuk diagnosis HIV pada bayi. Sebanyak 20-40 % bayi yang terinfeksi dalam kandungan atau saat lahir akan menunjukkan hasil positif pada tes PCR baru setelah lahir, sementara kebanyakan akan menunjukkan hasil positif pada usia 14 hari. Namun virus pada 10 % bayi terinfeksi HIV baru terdeteksi setelah 6 minggu. Namun bila anak atau ibunya dulu memakai obat antiretroviral (terutama nevirapine) untuk mencegah penularan HIV ke bayi waktu melahirkan, virus mungkin tetap ditekankan dan tidak terdeteksi sampai 4 bulan.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a.Jumlah CD4
Balita dan anak kecil biasanya mempunyai jumlah CD4 yang lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Contohnya, CD4 mutlak 1500 pada bayi di bawah usia 12 bulan dianggap serupa dengan CD4 mutlak 200 orang dewasa, yaitu sistem kekebalan tubuhnya sangat rusak dan sudah saatnya sebaiknya ART dimulai. Jumlah yang biasa berubah sesuai usia, tetapi menjadi serupa dengan orang dewasa pada usia lima tahun.
Namun CD4 persen tidak jauh berbeda dengan orang dewasa, dan oleh karena itu, CD4 persen dianggap tanda yang lebih tepat sebelum usia lima tahun. Perbedaan ini harus dipahami agar kita tidak salah tafsir
keadaan kekebalan anak dengan akibat yang dapat buruk.
b.Viral load
Penurunan pada viral load sering lebih pelan pada anak yang mulai ART dibandingkan orang dewasa. Setiap anak berbeda, tetapi dibandingkan dengan orang dewasa, dapat membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai tingkat tidak terdeteksi, atau mungkin tidak dapat tercapai. Ini terutama terjadi pada anak yang lahir dengan viral load yang tinggi – hanya 40 persen anak mengalami penurunan pada viral load menjadi di bawah 500.

PENGOBATAN UNTUK HIV PADA ANAK
a. Terapi profilaksis untuk infeksi oportunistik
Anak berusia di bawah satu tahun sangat rentan terhadap berbagai infeksi, apa lagi terinfeksi HIV. Selain infeksi ‘biasa’, bayi ini juga berisiko terinfeksi beberapa infeksi oportunistik (IO), terutama infeksi paru termasuk TB, PCP dan pneumonia (radang paru) lain diakibatkan bakteri. Anak juga dapat terserang masalah jiwa, serta berbagai masalah umum, seperti diare dan kurang gizi.
Oleh karena itu, pencegahan infeksi dengan obat (yang disebut profilaksis) sangat penting untuk anak HIV-positif (apakah yakin terinfeksi atau tidak). WHO mengusulkan profilaksis dengan kotrimoksazol pada usia 4-6 minggu.
b.Terapi antiretroviral untuk bayi dan anak
Tujuan terapi
Tujuan ART pada anak adalah untuk menahan kekebalan tubuhnya pada tingkat yang dapat melindunginya terhadap IO dan lanjutan penyakit. Seperti orang dewasa, ARV tidak akan menyembuhkan anak, tetapi membantu ‘mengendalikan’ virus dengan mengurangi replikasi virus, dan dengan demikian menahan sistem kekebalan tubuh.
Sesuai pedoman WHO yang terbaru mengenai kapan sebaiknya anak mulai ART. Semua anak stadium 4 dan 3 sebaiknya mulai ART, tidak tergantung pada CD4%. Namun pada anak 12 bulan ke atas stadium 3 dengan penyakit tertentu, ART dapat ditunda bila CD4% di atas batas. Untuk anak dengan penyakit stadium 1 atau 2, sebaiknya mulai ART berdasakan CD4% tercantum, tetapi bila tes CD4 tidak tersedia, diusulkan ART ditunda pada anak Stadium 1.
Kombinasi ARV yang diusulkan untuk anak umumnya sama rejimen untuk orang dewasa seperti berikut :
a.) Lini pertama
2 NRTI + 1 NNRTI:
• AZT + 3TC + nevirapine atau efavirenz
• d4T + 3TC + nevirapine atau efavirenz
Catatan: efavirenz hanya boleh dipakai bila usia lebih dari 3 tahun
b.) Lini kedua
• ddI + ABC + lopinavir/r atau saquinavir/rb atau nelfinavir
Catatan: Saquinavir/r hanya boleh dipakai dengan berat badan >25kg
Efek samping
Efek samping yang lebih umum dialami oleh anak serupa dengan orang dewasa: mual, muntah, diare, sakit perut, ruam, dan sakit kepala. Umumnya efek samping ini jangka pendek dan pulih beberapa bulan setelah mulai obat.
Efek samping jangka panjang pada anak yang sangat memprihatinkan. Efek samping ini termasuk perpindahan lemak, penyakit terkait dengan kerusakan mitokondria, perubahan pada kepadatan tulang, lipid dan kolesterol yang tinggi, bahkan jenis kanker.
c.Imunisasi
Setiap anak, termasuk yang terlahir dari ibu yang HIV-positif, seharusnya diberi vaksinasi baku seperti anak lain. Vaksinasi ini boleh termasuk vaksin BCG yang dapat diberi pada anak beberapa hari setelah lahir. Vaksin campak, dan cacar air juga aman bagi anak HIV-positif. Namun, bila ditunda, sebaiknya vaksinasi BCG, Campak, dan Cacar air tidak diberikan pada anak yang menunjukkan gejala AIDS, misalnya kurang bertumbuh, atau sering terkena infeksi.

07 April 2008

GANGGUAN ANXIETAS MENYELURUH ( F41.1)

Pendahuluan
Dari studi kepustakaan yang dibuat oleh Lewis pada tahun 1970, ditemukan bahwa istilah anxietas mulai diperbincangkan pada permulaan abad ke-20. Kata dasar
anxietas dalam bahasa Indo Jerman adalah ‘’angh’’ yang dalam bahasa latin berhubungan dengan kata ‘’angustus, ango, angor, anxius, anxietas, angina”. Kesemuanya mengandung arti ‘’sempit” atau ‘’konstriksi”. Pada tahun 1894, Freud menciptakan istilah ‘’anxiety neurosis’’. Kata anxiety diambil dari kata ‘’angst” yang berarti ‘’ketakutan yang tidak–perlu’’ . Pada mulanya Freud mengartikan anxietas inu sebagai transformasi lepasnya ketegangan seksual yang menumpuk melalui system saraf otonom dengan menggunakan saluran pernafasan. Kemudian anxietas ini diartikan sebagai perasaan takut atau khawatir yang berasal dari pikiran atau keinginan yang direpresi. Akhirnya nxietas diartikan sebagi suatu respon terhadap situasi yang berbahaya. 1
Anxietas merupakan pengalaman yang bersifat subjektif,tidak menyenangkan. tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya kemungkuna bahaya atau ancaman bahaya, dan seringkali disertai oleh gejala-gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas otonomik. 1,2
Menurut DSM-IV yang dimaksud gangguan cemas menyeluruh adalah suatu keadaan ketakutan atau kecemasan yang berlebih-lebihan, dan menetap sekurang kurangnya selama enam bulan mengenai sejumlah kejadian atau aktivitas disertai oleh berbagai gejala somatik yang menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi - fungsi lainnya Sedangkan menurut ICD-10 gangguan ini merupakan bentuk kecemasan yang sifatnya menyeluruh dan menatap selama beberapa minggu atau bulan yang ditandai oleh adanya kecemasan tentang masa depan, ketegangan motorik, dan aktivitas otonomik yang berlebihan. 1,3

Epidemiologi
Gangguan cemas menyeluruh merupakan gangguan anxietas yang paling sering dijumpai, diklinik, diperkirakan 12 % dari seluruh gangguan anxietas. Prevalensinya di masyarakat diperkirakan 3 %, dan prevelansi seumur hidup (life time) rata-rata 5 %. Di Indonesia prevalensinya secara pasti belum diketahui, namun diperkirakan 2% -5%. Gangguan ini lebih sering dijumpai pada wanita dengan ratio 2 : 1, namun yang datang meminta pengobatan rationya kurang lebih sama atau 1 :1 antara laki-laki dan wanita. 1

Etiologi
Etiologi dari gangguan ini belum diketahui secara pasti, namun diduga dua faktor yang berperan terjadi di dalam gangguan ini yaitu, factor biologic dan psikologik. Faktor biologik yang berperan pada gangguan ini adalah ‘’neurotransmitter’’.Ada tiga neurotransmitter utama yang berperan pada gangguan ini yaitu, norepinefrin ,serotonin, dan gamma amino butiric acid atau GABA . Namun menurut Iskandar neurotransmitter yang memegang peranan utama pada gangguan cemas menyeluruh adalah serotonin, sedangkan norepinefrin terutama berperan pada gangguan panik. 1,2
Dugaan akan peranan norepinefrin pada gangguan cemas didasarkan percobaan pada hewan primata yang menunjukkan respon kecemasan pada perangsangan locus sereleus yang ditunjukan pada pemberian obat-obatan yang meningkatkan kadar norepinefrin dapat menimbulkan tanda-tanda kecemasan, sedangkan obat-obatan menurunkan kadar norepinefrin akan menyebabkan depresi. 1
Peranan Gamma Amino Butiric Acid pada gangguan ini berbeda dengan norepinefrin. Norepinefrin bersifat merangsang timbulnya anxietas, sedangkan Gamma Amino Butiric Acid atau GABA bersifat menghambat terjadinya anxietas ini.
Pengaruh dari neutronstransmitter ini pada gangguan anxietas didapatkan dari peranan benzodiazepin pada gangguan tersebut. Benzodiazepin dan GABA membentuk “GABABenzodiazepin complex”yang akan menurunkan anxietas atau kecemasan. Penelitian pada hewan primata yang diberikan suatu agonist inverse benzodiazepine Beta- Carboline-Carboxylic-Acid (BCCA) menunjukkan gejala-gejala otonomik gangguan anxietas. 1,3
Mengenai peranan serotonin dalam gangguan anxietas ini didapatkan dari hasil pengamatan efektivitas obat-obatan golongan serotonergik terhadap anxietas seperti buspiron atau buspar yang merupakan agonist reseptor serotorgenik tipe 1A (5-HT 1A).Diduga serotonin mempengaruhi reseptor GABA-Benzodiazepin complex sehingga ia dapat berperan sebagai anti cemas. Kemungkinan lain adalah interaksi antara serotonin dan norepinefrin dalam mekanisme anxietas sebagai anti cemas. 1,2
Sehubungan dengan faktor-faktor psikolgik yang berperan dalam terjadinya anxietas ada tiga teori yang berhubungan dengan hal ini, yaitu : teori psikoanalitik, teori behavorial, dan teori eksistensial. Menurut teori psiko-analitik terjadinya anxietas ini adalah akibat dari konflik unconscious yang tidak terselesaikan. Teori behavior beranggapan bahwa terjadinya anxietas ini adalah akibat tanggapan yang salah dan tidak teliti terhadap bahaya. Ketidaktelitian ini sebagai akibat dari perhatian mereka yang selektif pada detil-detil negative dalam kehidupan, penyimpangan dalam proses informasi, dan pandangan yang negative terhadap kemampuan pengendalian dirinya . Teori eksistensial bependapat bahwa terjadinya anxietas adalah akibat tidakadanya rangsang yang dapat diidentifikasi secara spesifik. Ketiadaan ini membuat orang menjadi sadar akan kehampaannya di dalam kehidupan ini . 1,4

Gambaran klinik :
Gejala utama dari ganguan anxietas adalah rasa cemas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonomik, dan kewaspadaan kognitif. Kecemasan berlebihan dan mengganggu aspek lain kehidupan pasien
Gejala klinis Gangguan Cemas Menyeluruh meliputi: 5,6
• Penderita menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (free floating atau mengambang)
• Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
o Kecemasan (khawatir akan nasib buruk seperti berada di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dll)
o Ketegangan motorik (gelisah, gemetaran, sakit kepala, tidak dapat santai, dsb)
o Overaktivitas otonomik (terasa ringan, berkeringat, takikardi, takipnea, jantung berdebar-debar, sesak napas, epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan gangguan lainnya)
• Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta keluhan somatik berulang yang menonjol
• Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membetalkan diagnosis utama Gangguan anxietas menyeluruh, selema hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresi, gangguan anxietas fobik, gangguan panik atau gangguan obsesif kompulsif.

Diagnosis
Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnostik untuk gangguan campuran anxietas menyeluruh adalah sebagai berikut: 5,6
1. Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjolkan pada keadaan situasi khusus tertentu saja.
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
a) kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti diujung tanduk , sulit konsentrasi dan dsb.)
b) ketegangan motorik (gelisah,sakit,kepala,gemetaran tidak dapat santai)
c) overaktifitas otonomik (kepala terasa ringan , berkeringat, jantung berdebar-debar,sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dsb)
d) pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.
e) adanya gejala-gejala lain yang bersifat sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan anxietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresi (F32.), gangguan anxietas fobik (F40) gangguan panik (F41,0) atau gangguan obsesif-kompulsif (F42).

Diagnosis Banding
Diagnosis banding gangguan kecemasan menyeluruh adalah semua kondisi medis yang menyebabkan kecemasan. Pemeriksaan medis harus termasuk tes kimia darah standar, elektrokardiogram, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulan, putus alkohol dan putus sedatif atau hipnotik. 2

Terapi
Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan kecemasan menyeluruh adalah pengobatan yang mengkombinasikan psikoterapi dan farmakoterapi. Pengobatan mungkin memerlukan cukup banyak waktu bagi klinisi yang terlibat. 2,6,7
1. Psikoterapi
Pendekatan psikoterapi untuk gangguan kecemasan menyeluruh meliputi : 2,6
a) Terapi kognitif perilaku, terapi ini memiliki keunggulan jangka panjang dan jangka pendek. Pendekatan kognitif secara langsung menjawab distorsi kognitif pasien dan pendekatan perilaku menjawab keluhan somatik secara langsung.
b) Terapi suportif, terapi yang menawarkan ketentraman dan kenyamanan bagi pasien.
c) Terapi berorientasi tilikan, memusatkan untuk mengungkapkan konflik bawah sadar dan mengenali keuatan ego pasien.
2. Farmakoterapi 6,7
Golongan benzodiazepine sebagai “drug of choice” dari semua obat yang mempunyai efek anti-anxietas, disebabkan spesifitas, potensi dan keamanannya. Spektrum klinis benzodiazepine meliputi efek antianxietas, anti konvulsan, anti insomnia, premdikasi tindakan operatif.
a. Diazepam : ” broadspektrum”
b. Nitrazepam : dosis anti-anxietas dan anti insomnia berdekatan lebih efektif sebagai anti insomnia
c. Clobazam : ”psychomotor performance” paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang ingin tetap aktif
d. Lorazepam : ” short half life benzodiazepine ” , untuk pasien-pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal.
e. Alprazolam : efektif untuk anxietas antisipatorik ” onset of action lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti depresi.

Prognosis
Perlangsungan dari gangguan ini bersifat kronis residif dan prognosisnya sukar diramalkan. Sebanyak 25 % dari penderita gangguan ini mengalami gangguan panik.1

DAFTAR PUSTAKA
1. Idrus F. Anxietas dan Hipertensi. [online]. 2006 Mar 1 [cited 2008 Mar 16] ; Vol.27 No.1, Available from URL : http://www.j_med_nus.com
2. Kaplan HI, Saddock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. p. 1-62.
3. Wibisono S. Simposium Anxietas Konsep Diagnosis dan Terapi Mutakhir. Jakarta; 1990
4. Maramis W.F. Nerosa. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press; 2004. p.250-62
5. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa / PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2001. p. 74.
6. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001.
7. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis obat Psikotropika ed. Ketiga. Jakarta : Bagian ilmu kedokteran Jiwa FK-UNIKA Atmajaya; 2001

03 April 2008

Alam Penuh Pesona


ku tegak bersamamu
moreno penuh pesona
mentari pagi nan tersenyum
karena ku menebar pesona

MELAYANG BERSAMA AWAN


ku lebarkan sayap sang elang
tuk melayang nan jauh
meski hanya sebuah angan
ku harap mencapai awan suci

18 Januari 2008

Bercinta dengan logika


BERCINTA DENGAN LOGIKA :
mengolah hidup dengan akal dan hati

Tulisan ini terinspirasi ketika saya telah menonton film ”JOMBLO”. Dalam film tersebut ada pernyataan yang disampaikan oleh seorang aktor kepada temannya yaitu ”cinta itu ndak bisa pakai logika”. Pesan yang cukup mendalam, bila didengar sekilas, ada benarnya juga, sebab pesan ini merupakan realita yang sering terjadi sekarang.
Maksud loh ?? Intinya, bukanlah suatu kebenaran yang mutlak. Justru bercinta dengan logika lebih baik tanpa logika meskipun cenderung lambat sih. Kenapa ???

Sebelum menjawabnya, saya ingin merenungkan kembali ayat Al-Quran ini :
”..... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. ” (Al-Baqarah : 216).

Saya memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan. Taqdir adalah suatu pilihan, namun segala yang kita pilih atau cintai belum tentu merupakan suatu hal yang baik. Jadi apa yang perlu saya lakukan agar kebebasan bercinta ini tidak menjadi musuh bagiku di dunia dan akhirat ?.
Ada empat kenikmatan dunia yang saya cintai, namun saya menyadari hal ini pula yang dapat menjadi ujian, musuh atau bahkan dosa bagiku. Apa itu ?
(1) Wanita, (2) Kekuasaan, (3) Harta, dan (4) Anak.

Mereka benar-benar adalah surga dunia, bila ku bercinta dengan nafsu maka dosa besar akan merasuki diriku. Bila ku bercinta sekedar dengan akal, saya merasa belum mampu menanggung amanah tersebut. Namun ku tak berani meninggalkannya, karena saya sadar pula mereka dapat menjadi potensi yang penuh berkah dan manfaat untuk kebaikan.

Apa yang harus ku jadikan bekal, agar tindakanku, pilihanku jauh dari kesesatan ?

”yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya, mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang yang mempunyai akal”. (Az-Zumar : 18)

”... ya Tuhan kami, janganlah engkau jadikan hati kami condong pada kesesatan sesudah engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia) ”. (Ali Imran : 18)

” dan sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka jahanam), kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi, mereka itulah orang yang lalai”. (Al-A’raf : 179)

”maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkan sesat berdasarkan ilmu-nya dan Allah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tiupan atas penglihatannya, maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat) ? , maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?.” (Al-Jaatsiyah : 23)

ku bimbang dalam kegelapan
ku terus berpikir dalam hati
ku butuh cahaya-Mu terang benderang
karena ku tak rela cintaku mati