17 Agustus 2009

MANAJEMEN SYOK

Syok adalah suatu keadaan hipoperfusi organ yang mengakibatkan disfungsi dan kematian seluler. Mekanisme ini mencakup terjadinya penurunan volume sirkulasi, penurunan curah jantung, dan vasodilatasi, yang terkadang menyebabkan terbentuknya shunt pada anyaman-anyaman kapiler. Gejalanya antara lain perubahan status mental, takikardi, hipotensi, dan oliguria. Penegakan diagnosis secara klinik melalui pengukuran tekanan darah. Penanganannya dengan pemberian cairan intravena, koreksi terhadap penyakit dasar, dan terkadang dibutuhkan vasopressor.

PATOFISIOLOGI
Defek mendasar yang terjadi pada syok adalah penurunan perfusi pada organ-organ vital. Sekali terjadi penurunan perfusi maka kadar oksigen tidak adekuat untuk metabolisme aerobik, sehingga sel-sel akan melakukan metabolisme anerobik disertai peningkatan produksi CO2 dan akumulasi asam laktat. Fungsi seluler mengalami penurunan, dan jika kondisi syok menetap, dapat terjadi kerusakan sel yang ireversibel bahkan kematian sel.
Selama fase syok, akan terjadi perangsangan pada kaskade faktor-faktor inflamasi dan faktor-faktor pembekuan pada daerah yang mengalami hipoperfusi. Sel-sel endotel vaskular yang hipoksik akan mengaktifkan leukosit, yang akan terikat pada endotel dan secara langsung melepaskan substansi-substansi litik (seperti O2 reaktif dan enzim-enzim proteolitik) dan mediator-mediator peradangan (sitokin, leukotrin, tumor necrosis factor (TNF)). Beberapa mediator ini terikat pada reseptor-reseptor di permukaan sel dan mengaktifkan faktor nuklear Kappa B (NFkB), yang pada akhirnya akan merangsang produksi sitokin tambahan dan nitrit oksida (NO), suatu vasolidator yang poten. Syok septik dapat lebih bersifat proinflamatori dari bentuk-bentuk syok lainnya karena adanya peran toksin bakterial, khususnya endotoksin.
Vasodilatasi pada pembuluh darah vena menyebabkan terjadinya bendungan darah dan hipotensi akibat hipovolemia relatif. Vasodilatasi lokal dapat menyebabkan terbentuknya shunt pada anyaman-anyaman kapiler, menyebabkan hipoperfusi fokal meskipun curah jantung dan tekanan darah dalam batas normal. Selain itu, kelebihan NO diubah menjadi peroksinitrit, suatu radikal bebas yang merusak mitokondria dan menurunkan produksi ATP.
Aliran darah ke kapiler-kapiler darah berkurang meskipun aliran darah pada pembuluh darah besar telah berkompensasi pada kondisi syok septik. Obstruksi mekanik pada pembuluh-pembuluh darah kecil dapat membatasi transport substansi tertentu ke jaringan. Leukosit dan platelet melekat pada endotel, dan sistem pembekuan darah teraktivasi melalui pembentukan fibrin.
Selama terjadi disfungsi sel endotel, berbagai mediator secara bermakna meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, sehingga cairan, dan kadang-kadang protein plasma, dapat keluar dari lumen vaskular dan masuk ke ruang interstisial. Pada traktus gastrointestinal, peningkatan permeabilitas dapat menyebabkan translokasi bakteri enterik dari lumen ke dalam aliran darah, yang secara potensial akan menyebabkan penyebaran infeksi atau sepsis.
Apoptosis neutrofil dapat dihambat, dan diikuti dengan peningkatan pelepasan mediator-mediator inflamasi. Pada sel-sel lain, apoptosis dapat meningkat, sehingga meningkatkan kematian sel dan memperburuk disfungsi organ.
Tekanan darah tidak selalu rendah pada fase awal syok (meski demikian hipotensi dapat terjadi jika syok tidak tertangani). Sama halnya, tidak semua pasien yang memiliki tekanan darah rendah mengalami syok. Derajat dan konsekuensi hipotensi bervariasi sesuai dengan adekuat tidaknya kompensasi fisiologik dan penyakit pasien yang mendasari syok. Itulah sebabnya, syok derajat sedang dapat ditoleransi dengan baik pada pasien usia muda, sementara pada pasien arteriosklerosis yang tampak relatif sehat, mungkin saja akan menyebabkan disfungsi serebral, jantung, atau disfungsi renal berat.
Kompensasi : Pada dasarnya, ketika transport O2 mengalami penurunan, jaringan akan melakukan kompensasi dengan meningkatkan persentase O2 di jaringan. Pada keadaan ini, intervensi yang dilakukan bertujuan mempertahankan saturasi O2 di vena campuran agar tetap berada di atas 30%. Tekanan arterial yang rendah akan merangsang respon adrenergik berupa vasokonstriksi pembuluh darah akibat aktivitas simpatik dan kadang terjadi peningkatan denyut jantung. Vasokonstriksi yang terjadi bersifat selektif, mengalirkan darah ke jantung dan otak. Amina-amina β-adrenergik dalam sirkulasi (epinefrin, norepinefrin) juga meningkatkan kontraktilitas jantung dan merangsang pelepasan kortikosteroid dari glandula adrenal, rennin dari ginjal, dan glukosa dari hati. Peningkatan glukosa dapat meningkatkan aktivitas mitokondria yang rusak dan memproduksi asam laktat yang lebih banyak.
Reperfusi : Reperfusi pada sel-sel yang iskemik dapat menyebabkan kerusakan sel lebih lanjut. Jika suatu substrat kembali dipaparkan, aktivitas neutrofil akan lebih giat dan meningkatkan produksi superoksida dan hidroksil radikal. Setelah aliran darah mengalami perbaikan, mediator-mediator inflamasi dapat dialihkan ke organ-organ lainnya.
Sindrom disfungsi organ multiple (Multiple organ dysfunction syndrome (MODS)) : Kombinasi jejas langsung dan jejas sel akibat reperfusi dapat menyebabkan MODS---yaitu disfungsi progresif dari 2 atau lebih organ sebagai akibat dari suatu penyakit atau jejas. MODS dapat terjadi pada berbagai tipe syok tetapi paling sering terjadi pada syok yang terkait infeksi. Kegagalan organ merupakan salah satu manifestasi klinis pada syok septik. MODS juga terjadi pada >10% pasien dengan jejas traumatik berat dan menjadi penyebab primer kematian pada pasien yang dapat bertahan lebih dari 24 jam.
Berbagai sistem organ dapat dipengaruhi, tetapi yang lebih sering adalah paru-paru, di mana peningkatan permeabilitas membran menyebabkan edema alveoli akibat kebocoran kapiler. Hipoksia yang progresif dapat mengalami peningkatan resistensi terhadap pemberian O2 tambahan. Kondisi ini dikenal sebagai acute lung injury, atau jika berat, disebut sebagai Sindroma Distress Pernapasan Akut (Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)).
Ginjal mengalami gangguan jika perfusi ginjal menurun secara bermakna, menyebabkan nekrosis tubular akut dan insufisiensi renal, manifestasinya berupa oligouria dan peningkatan progresif kadar kreatinin serum.
Pada jantung, penurunan perfusi koronaria dan mediator-mediator (termasuk TNF dan IL-1) dapat menurunkan kontraktilitas, memperburuk penurunan fungsi miokardial, dan mengganggu regulasi reseptor-β. Faktor-faktor ini menurunkan curah jantung, memperburuk perfusi miokardial dan perfusi sistemik, serta menyebabkan lingkaran setan yang dapat berakhir pada kematian.
Pada traktus gastrointestinal, dapat terjadi perdarahan submukosa dan ileus. Hipoperfusi hepar dapat mengakibatkan nekrosis hepatoselular fokal atau ekstensif, elevasi transaminase, dan penurunan produksi faktor-faktor pembekuan.
ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Ada beberapa mekanisme hipoperfusi organ dan syok. Syok dapat terjadi akibat volume sirkulasi yang rendah (syok hipovolemik), vasodilatasi (syok distributif), penurunan primer volume curah jantung (syok kardiogenik dan dan syok obstruktif), atau kombinasinya.
Syok hipolemik : Syok hipovolemik disebabkan oleh adanya penurunan bermakna pada volume intravaskular. Penurunan aliran balik vena (preload) menyebabkan penurunan volume pengisian ventrikel dan volume sekuncup. Jika tubuh tidak berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung, volume curah jantung akan menurun.
Penyebab syok yang paling sering adalah perdarahan (syok hemoragik), biasanya akibat trauma, intervensi bedah, tukak peptik, varises esofageal, dan aneurisma aorta. Perdarahan dapat tampak nyata (misalnya hematemesis dan melena), atau tersembunyi (misalnya perdarahan pada kehamilan ektopik teranggu).
Syok hipovolemik juga dapat terjadi akibat peningkatan kehilangan cairan tubuh selain darah (lihat Tabel 1. Syok dan Resusitasi Cairan : Syok Hipovolemik Akibat Kehilangan Cairan Tubuh)
Tabel 1. Syok dan Resusitasi Cairan
Syok Hipovolemik Akibat Kehilangan Cairan Tubuh

Tempat Kehilangan Cairan Mekanisme Kehilangan Cairan
Kulit Luka bakar akibat suhu atau bahan kimia, kehilangan cairan lewat pengeluaran keringat akibat paparan panas yang berlebihan
Traktus Gastrointestinal Muntah atau diare
Ginjal
Diabetes mellitus atau diabetes insipidus, insufisiensi adrenal, nefritis, fase poliuria setelah terjadi kerusakan tubular akut, dan penggunaan diuretik kuat
Kehilangan cairan intravaskular ke ruang ekstravaskular Peningkatan permeabilitas kapiler sekunder akibat imflamasi atau trauma, anoksia, henti jantung, sepsis, iskemik pada usus, atau pankreatitis akut
Syok hipovolemik juga dapat terjadi akibat asupan cairan yang tidak adekuat (dengan atau tanpa peningkatan kehilangan cairan). Tubuh mungkin kekurangan air, dan keterbatasan atau gangguan status neurologis dapat mengganggu mekanisme terjadinya respon haus, atau gangguan fisik dapat mengganggu masuknya / absorbsi air oleh tubuh. Pada pasien rawat inap, hipovolemia dapat bersifat kompleks jika tanda-tanda awal insufisiensi sirkulasi disalahkenali sebagai gagal jantung dan cairan dibatasi atau diberikan diuretik.
Syok distributif : Syok distributif terjadi akibat volume intravaskular yang relatif tidak adekuat karena vasodilatasi arteri atau vena, sementara volume total darah dalam sirkulasi masih normal. Pada beberapa kasus curah jantung tinggi, tetapi peningkatan aliran darah melalui pembentukan shunt arteriovenosa di anyaman kapiler menyebabkan hipoperfusi seluler (yang ditandai dengan penurunan konsumsi O2). Pada kondisi lain, terbentuk bendungan darah pada vena-vena besar dan volume curah jantung menurun.
Syok distributif dapat disebabkan oleh reaksi anafilaksis (syok anafilaksis), infeksi bakterial dengan pelepasan endotoksin (syok sepsis), trauma atau jejas berat pada otak dan medulla spinalis (syok neurogenik), dan tidak sengaja menelan obat tertentu atau racun, seperti nitrat, opioid, dan beta bloker. Pada syok anafilaktik dan syok septik sering juga terjadi hipovolemia.
Syok Kardiogenik dan Syok Obstruktif : Syok kardiogenik merupakan suatu kondisi di mana terjadi penurunan relatif atau absolut pada volume curah jantung akibat gangguan primer pada jantung. Faktor-faktor mekanik yang mempengaruhi pengisian dan pengosongan jantung atau pembuluh-pembuluh darah besar dapat menjelaskan terjadinya syok obstruktif. Penyebab-penyebab syok obstruktif dapat dilihat pada tabel 2. Syok dan Resusitasi Cairan : Mekanisme Syok Kardiogenik dan Syok Obstruktif.


Tabel 2. Syok dan Resusitasi Cairan
Mekanisme Syok Kardiogenik dan Syok Obstruktif

Tipe Mekanisme Penyebab
Obstruktif Pengaruh mekanik pada pengisian ventrikel Tension pneumothorax, kompresi vena kava, tamponade jantung, tumor atau bekuan darah pada atrium
Pengaruh pada pengosongan ventrikel Emboli pulmonal
Kardiogenik Kontraktilitas miokardial terganggu Infark miokardial atau MI, miokarditis, obat-obatan
Abnormalitas ritme jantung Takikardia, bradikardia
Kelainan atau gangguan struktural jantung Regurgitasi mitralis atau aorta akut, ruptur septum intraventrikular, malfungsi katub prostetik

GEJALA DAN TANDA
Letargi, kebingungan, dan somnolen merupakan gejala yang umum. Tangan dan kaki pucat, dingin, lembab, dan sering sianotik, demikian pula pada lobulus telinga, hidung, dan kuku. Waktu pengisian kapiler memanjang, kecuali pada syok distributif, kulit tampak kelabu atau kusam dan lembab. Diaforesis hebat dapat terjadi. Denyut nadi perifer melemah dan biasanya cepat, sering hanya denyut arteri femoralis dan arteri karotis yang teraba. Takipnea dan hiperventilasi juga dapat ditemukan. Tekanan darah dapat menurun (sistolik <90 mmHg) atau tidak terukur; pengukuran langsung melalui pemasangan kateter intraarterial, yang dapat memberikan nilai yang lebih akurat atau lebih tinggi. Produksi urine menurun.
Syok distributif memiliki gejala-gejala yang serupa, kecuali kulit tampak kemerahan dan terasa hangat, terutama selama terjadi sepsis. Denyut nadi lebih sering teraba kuat daripada lemah. Pada syok septik, demam yang biasanya diawali dengan menggigil, merupakan gejala yang umum ditemukan. Pada beberapa pasien yang mengalami syok anafilaktik ditemukan urtikaria dan wheezing. Beberapa gejala lainnya (seperti nyeri dada, dispnea, dan nyeri abdomen) dapat terjadi akibat penyakit yang mendasari syok atau akibat kegagalan fungsi organ sekunder.

DIAGNOSIS
Diagnosis biasanya berdasarkan manifestasi klinis yang ditemukan, berdasarkan adanya bukti insufisiensi perfusi organ (obtundasi, oligouria, sianosis periferal) dan tanda-tanda mekanisme kompensasi (takikardia, takipnea, diaforesis). Kriteria spesifik untuk mendiagnosis adalah adanya obtundasi, denyut jantung >100x/menit, frekuensi pernapasan >22x/menit, hipotensi (sistolik <90 mmHg) atau penurunan tekanan sistolik sebesar 30 mmHg dari normal, dan produksi urine <0,5 mL/kgBB/jam. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosis syok antara lain asam laktat >3 mmol/L, defisit dasar < −5 mEq/L, dan PaCO2 < 32 mmHg. Namun demikian, tidak satupun dari hasil laboratorium ini yang bersifat diagnostik untuk syok. Akhir-akhir ini, penentuan PCO2 sublingual telah diperkenalkan sebagai pemeriksaan noninvasif dan cepat untuk mengetahui derajat beratnya syok.
Diagnosis penyebab syok : Mengenali penyebab dasar syok lebih penting daripada mengklasifikasikan tipe syok. Seringkali penyebab syok sangat nyata atau dapat dikenali dengan cepat melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis, ditunjang dengan pemeriksaan sederhana.
Nyeri dada (dengan atau tanpa dispnea) dapat mengindikasikan suatu infark miokardial, diseksi aorta, atau emboli pulmonal. Bising sistolik dapat mengindikasikan suatu ruptur septum ventrikular atau insufisiensi mitralis dari infark miokardial akut. Bising diastolik dapat mengindikasikan suatu regurgitasi aorta akibat diseksi aorta yang melibatkan arkus aorta. Tamponade jantung dapat mengindikasikan suatu distensi vena jugular, dan denyut paradoksikal. Emboli pulmonal dapat menyebabkan syok, khususnya melalui penurunan saturasi O2 dan lebih sering terjadi pada kondisi khusus, termasuk pada tirah baring dalam jangka waktu lama dan setelah menjalani prosedur pembedahan. Pemeriksaannya meliputi elektrokardiografi, troponin I, foto polos dada, analisa gas darah, CT-scan paru, helical CT, dan/atau ekokardiografi.
Nyeri abdomen atau nyeri punggung atau nyeri tekan pada abdomen mengindikasikan suatu pankreatitis, ruptur aneurisma aorta abdominal, peritonitis, dan, pada perempuan usia produktif bisa jadi merupakan suatu kehamilan ektopik terganggu. Massa pulsatil abdomen pada linea mediana dapat merupakan suatu aneurisma aorta abdominal yang mengalami ruptur. Massa adneksa yang lunak dapat merupakan suatu kehamilan ektopik. Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan seperti CT-abdomen (jika pasien tidak stabil, pemeriksaan ultrasonografi bisa membantu), CBC, amilase, dan lipase, dan pada wanita usia produktif dapat dilakukan planotest.
Demam, menggigil, dan tanda-tanda fokal infeksi mengindikasikan suatu syok septik, khususnya pada pasien yang mengalami penurunan status imun. Pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa foto polos dada, urinalisis, CBC, serta kultur daerah luka, darah, urine, dan cairan tubuh lain yang relevan.
Pada beberapa pasien, penyebab dasar syok dapat tidak diketahui atau tersembunyi. Pasien tanpa tanda dan gejala-gejala fokal harus menjalani pemeriksaan elektrokardiografi, enzim jantung, foto polos dada, dan analisa gas darah. Jika hasil pemeriksaan ini normal, penyebab syok yang paling mungkin adalah kelebihan dosis obat, infeksi tersembunyi (termasuk syok toksik), dan syok obstruktif.
Pemeriksaan Tambahan : Jika penyebab dasar syok belum diketahui, maka pemeriksaan elektrokardiografi, foto polos dada, CBC, elektrolit serum, BUN, kreatinin, PT, aPTT, tes fungsi hati, serta fibrinogen dan produk-produk fibrin dilakukan untuk memantau status pasien. Jika status volume pasien sulit dipastikan, maka dapat dilakukan pemantauan tekanan vena sentral (central venous pressure (CVP)) atau tekanan oklusi arteri pulmonal (pulmonary artery occlusion pressure (PAOP)). CVP < 5 mmHg (<7 cmH2O) atau PAOP <8 mmHg mengindikasikan suatu hipovolemia. Meski demikian, nilai CVP dapat lebih besar pada pasien hipovolemia yang sebelumnya telah mengalami hipertensi pulmonal.

PROGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
Syok yang tidak tertangani biasanya akan berakibat fatal. Bahkan meski mendapat penanganan, tingkat kematian pada syok kardiogenik akibat infark miokardial dan pada syok septik cukup tinggi (60 – 65%). Prognosisnya tergantung pada penyebab, penyakit yang menyertai atau komplikasi penyakit, waktu antara onset sampai diagnosis, serta penatalaksanaan yang cepat dan adekuat.

Penanganan Umum : Pertolongan pertama pada syok yaitu menjaga agar pasien tetap dalam keadaan hangat. Perdarahan dikontrol, jalan napas dan ventilasi dievaluasi, dan diberikan bantuan pernapasan jika diperlukan. Tidak ada obat-obatan yang diberikan secara oral, dan kepala pasien dipalingkan ke satu sisi untuk mencegah aspirasi jika pasien muntah.
Penatalaksanaan dari awal harus berjalan simultan dengan evaluasi. Pada keadaan ini dibutuhkan pemberian bantuan oksigen menggunakan sungkup. Pada syok derajat berat atau jika ventilasi tidak adekuat, maka dibutuhkan intubasi dengan ventilasi mekanik. Dua kateter intravena (ukuran 16-18 G) dipasang pada vena perifer. Jika vena perifer tidak dapat diakses, khususnya pada anak-anak, maka dibutuhkan akses pada vena sentral atau dengan menggunakan jarum intraosseus.
Pada umumnya, 1 L (atau 20 mL/kgBB pada anak) larutan fisiologis 0,9% diberikan melalui infus selama 15 menit. Pada perdarahan besar, cairan yang biasa digunakan adalah ringer laktat. Jika parameter klinik tidak kembali ke normal, maka pemberiann cairan harus diulang. Volume cairan yang lebih kecil (250–500 mL) digunakan pada pasien dengan tanda-tanda peningkatan tekanan sisi kanan (misalnya pada distensi vena leher) atau infark miokardial akut. Terapi cairan sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan tanda-tanda edema paru. Terapi cairan selanjutnya diberikan sesuai kondisi tertentu atau status pasien dan mungkin dibutuhkan pemantauan nilai CVP dan PAOP.
Pasien yang mengalami syok harus mendapat perawatan ICU. Pemantauan status pasien meliputi elektrokardiografi, sistolik, diastolik, MAP, frekuensi dan adekuasi pernapasan, produksi urine melalui kateter buli-buli, suhu tubuh, dan status klinik meliputi sensorik (seperti GCS), volume nadi, suhu dan warna kulit. Pengukuran CVP, PAOP, dan termodilusi curah jantung menggunakan balloon-tipped pulmonary arterial catheter dapat membantu dalam penegakan diagnosis dan penanganan awal pasien syok yang penyebabnya tidak diketahui atau pada pasien dengan syok berat, khususnya jika disertai dengan oligouria atau edema paru. Pemeriksaan berkala analisa gas darah, hematokrit, elektrolit, kreatinin serum, dan asam laktat darah juga dibutuhkan. Pengukuran CO2 sublingual, jika tersedia, merupakan media pemantauan status perfusi viseral yang noninvasif.

Karena hipoperfusi jaringan menyebabkan terhambatnya absorbsi intramuskular, semua obat-obatan parenteral diberikan secara intravena. Pemberian opioid umumnya dihindari karena dapat menyebabkan vasodilatasi, tetapi nyeri hebat dapat teratasi dengan pemberian morfin 1-4 mg IV yang diberikan dalam waktu lebih dari 2 menit dan diulangi setelah 10-15 menit jika diperlukan. Meski demikian, hipoperfusi serebral dapat menyebabkan ansietas, dan pada keadaan ini sedatif atau transquilizer tidak rutin digunakan.
Setelah resusitasi awal, penanganan spesifik ditujukan untuk mengatasi kondisi tertentu. Perawatan pendukung lainnya tergantung pada tipe syok.
Syok Hemoragik : Pada syok hemoragik, kontrol perdarahan dengan prosedur bedah merupakan tindakan primer. Penggantian volume tubuh biasanya disertai dengan kontrol bedah. Transfusi darah dilakukan pada syok hemoragik yang tidak memberi respon setelah pemberian 2 L (atau 40 mL/kgBB pada anak-anak) kristaloid. Kegagalan respon terhadap terapi biasanya menandakan volume cairan yang diberikan belum mencukupi atau tidak dikenali selama perdarahan terus berlangsung. Pemberian agen-agen vasopressor tidak dianjurkan untuk penanganan syok hemoragik jika tidak disertai dengan syok kardiogenik, syok obstruktif, atau syok distributif.
Syok Distributif : Syok distributif yang disertai hipotensi setelah pemberian awal terapi cairan dengan larutan NaCl 0,9% dapat diatasi dengan pemberian inotropik atau agen vasopressor (seperti dopamine dan norepinefrin). Pasien dengan syok septik juga sebaiknya mendapat terapi sedikitnya dua antibiotik spektrum luas. Pasien dengan syok anafilaktik yang tidak memberikan respon terhadap terapi cairan (khususnya jika disertai dengan bronkokonstriksi) dapat diberikan epinefrin 0,05-0,1 mg IV, diikuti dengan pemberian epinefrin melalui infus 5 mg dalam 500 mL dekstrosa 5% dengan dosis 10 mL/jam atau 0,02 g/kgBB/menit.


Tabel 3
Inotropik dan Katekolamin Vasoaktif

Obat Dosis Efek Hemodinamik
Norepinefrin 4 mg dalam 250 mL atau 500 mL dekstrosa 5% diberikan melalui infus IV, dengan dosis awal 5-12 g/menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2-4 g /menit -adrenergik : menyebabkan vasokonstriksi
-adrenergik : efek inotropik dan konotropik
Dopamin
400 mg dalam 500 mL dekstrosa 5% diberikan melalui infus IV, dengan dosis 0,3 mL (0,25 mg) - 1,25mL (1 mg) per menit
 2-10 g/kgBB/menit untuk dosis rendah
 20 g//kgBB/menit untuk dosis tinggi -adrenergik : menyebabkan vasokonstriksi
-adrenergik : efek inotropik dan konotropik, menyebabkan vasodilatasi
Nonadrenergik : menyebabkan vasodilatasi renal dan splanknikus
Dobutamin 250 mg dalam 250 mL dekstrosa 5% diberikan melalui infus IV dengan dosis 2,5–10 g/kgBB/menit -adrenergik : efek inotropik

Syok Kardiogenik : Pada syok kardiogenik, gangguan struktural (seperti disfungsi valvular dan ruptur septal) merupakan kelainan yang memerlukan rekonstruksi bedah. Trombosis arteri koroner dapat ditangani baik dengan intervensi perkutaneus (angioplasti, stenting), bedah pintas arteri koroner, atau trombolisis. Takidisritmia (fibrilasi atrium rapid response, takikardi ventrikular) dapat diatasi dengan kardioversi atau dengan obat-obatan. Bradikardi dapat ditangani dengan menggunakan pemacu jantung transvenosa atau transkutaneus, pemberian atropin 0,5 mg IV sampai 4 dosis dalam 5 menit dapat menunda pemasangan alat pacu jantung. Isoproterenol (2 mg dalam 500 mL dekstrosa 5% dengan dosis 1-4 μg/menit [0,25-1 mL/menit]) dapat digunakan jika atropin tidak efektif, tetapi tidak disarankan penggunaannya jika pasien menderita infark miokardial akibat penyakit arteri koroner.
Syok setelah infark miokardial akut dapat ditangani dengan pemberian terapi cairan jika PAOP rendah atau normal; nilai PAOP 5–18 mmHg dianggap sebagai nilai optimal. Jika kateter arteri pulmonal tidak pada tempatnya, pemberian terapi cairan intravena (bolus 250–500 mL larutan NaCl 0,9%) dapat dicoba bersamaan dengan pemantauan auskultasi dada untuk mewaspadai tanda-tanda kelebihan cairan. Syok setelah infark miokardial ventrikel kanan biasanya memberi respon terhadap pemberian terapi cairan, meski demiakian agen-agen vasopressor tetap dibutuhkan.
Pada hipotensi derajat sedang (misalnya MAP 70–90 mmHg), infus dobutamin dapat digunakan untuk meningkatkan curah jantung dan menurunkan tekanan pengisian ventrikel kiri. Takikardia dan aritmia biasanya terjadi selama pemberian dobutamin, khususnya bila dosis tinggi, maka dosisnya perlu dikurangi. Vasodilator (nitropusside, nitrogliserin), yang meningkatkan kapasitas vena atau menurunkan resistensi pembuluh darah sistemik, akan menurunkan beban kerja pada miokardium yang mengalami kerusakan dan dapat meningkatkan curah jantung pada pasien dengan hipotensi berat. Terapi kombinasi (misalnya dopamin atau dobutamin dengan nitropusside atau nitrogliserin) dapat digunakan, tetapi pasien harus dipantau dengan elektrokardiografi serta harus dijaga hemodinamik sistemik dan pulmonalnya.
Untuk hipotensi yang lebih berat (MAP <70 mmHg), norepinefrin atau dopamin dapat diberikan untuk mencapai target tekanan sistolik 80–90 mmHg (dan bukan >110 mmHg). Balon intra-aorta sangat bermanfaat untuk mengatasi syok sementara pada pasien dengan infark miokardial akut. Prosedur ini dapat dipertimbangkan untuk mempermudah melakukan kateterisasi jantung dan angigrafi koroner sebelum dilakukan intervensi bedah pada pasien infark miokardial akut yang disertai komplikasi ruptur septum ventrikel atau regurgitasi mitralis akut berat yang membutuhkan tambahan terapi vasopressor selama > 30 menit.
Pada syok obstruktif, tamponade jantung membutuhkan tindakan perikardiosentesis secepatnya, yang dapat dilakukan di ruang perawatan. Tension pneumothorax harus segera dikompresi dengan menginsersikan kateter atau jarum ke ruang interkostal II pada linea midklavikularis. Emboli pulmonal masif dapat menyebabkan syok jika diberikan trombolisis atau dilakukan embolektomi.

Tidak ada komentar: