07 April 2008

GANGGUAN ANXIETAS MENYELURUH ( F41.1)

Pendahuluan
Dari studi kepustakaan yang dibuat oleh Lewis pada tahun 1970, ditemukan bahwa istilah anxietas mulai diperbincangkan pada permulaan abad ke-20. Kata dasar
anxietas dalam bahasa Indo Jerman adalah ‘’angh’’ yang dalam bahasa latin berhubungan dengan kata ‘’angustus, ango, angor, anxius, anxietas, angina”. Kesemuanya mengandung arti ‘’sempit” atau ‘’konstriksi”. Pada tahun 1894, Freud menciptakan istilah ‘’anxiety neurosis’’. Kata anxiety diambil dari kata ‘’angst” yang berarti ‘’ketakutan yang tidak–perlu’’ . Pada mulanya Freud mengartikan anxietas inu sebagai transformasi lepasnya ketegangan seksual yang menumpuk melalui system saraf otonom dengan menggunakan saluran pernafasan. Kemudian anxietas ini diartikan sebagai perasaan takut atau khawatir yang berasal dari pikiran atau keinginan yang direpresi. Akhirnya nxietas diartikan sebagi suatu respon terhadap situasi yang berbahaya. 1
Anxietas merupakan pengalaman yang bersifat subjektif,tidak menyenangkan. tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya kemungkuna bahaya atau ancaman bahaya, dan seringkali disertai oleh gejala-gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas otonomik. 1,2
Menurut DSM-IV yang dimaksud gangguan cemas menyeluruh adalah suatu keadaan ketakutan atau kecemasan yang berlebih-lebihan, dan menetap sekurang kurangnya selama enam bulan mengenai sejumlah kejadian atau aktivitas disertai oleh berbagai gejala somatik yang menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi - fungsi lainnya Sedangkan menurut ICD-10 gangguan ini merupakan bentuk kecemasan yang sifatnya menyeluruh dan menatap selama beberapa minggu atau bulan yang ditandai oleh adanya kecemasan tentang masa depan, ketegangan motorik, dan aktivitas otonomik yang berlebihan. 1,3

Epidemiologi
Gangguan cemas menyeluruh merupakan gangguan anxietas yang paling sering dijumpai, diklinik, diperkirakan 12 % dari seluruh gangguan anxietas. Prevalensinya di masyarakat diperkirakan 3 %, dan prevelansi seumur hidup (life time) rata-rata 5 %. Di Indonesia prevalensinya secara pasti belum diketahui, namun diperkirakan 2% -5%. Gangguan ini lebih sering dijumpai pada wanita dengan ratio 2 : 1, namun yang datang meminta pengobatan rationya kurang lebih sama atau 1 :1 antara laki-laki dan wanita. 1

Etiologi
Etiologi dari gangguan ini belum diketahui secara pasti, namun diduga dua faktor yang berperan terjadi di dalam gangguan ini yaitu, factor biologic dan psikologik. Faktor biologik yang berperan pada gangguan ini adalah ‘’neurotransmitter’’.Ada tiga neurotransmitter utama yang berperan pada gangguan ini yaitu, norepinefrin ,serotonin, dan gamma amino butiric acid atau GABA . Namun menurut Iskandar neurotransmitter yang memegang peranan utama pada gangguan cemas menyeluruh adalah serotonin, sedangkan norepinefrin terutama berperan pada gangguan panik. 1,2
Dugaan akan peranan norepinefrin pada gangguan cemas didasarkan percobaan pada hewan primata yang menunjukkan respon kecemasan pada perangsangan locus sereleus yang ditunjukan pada pemberian obat-obatan yang meningkatkan kadar norepinefrin dapat menimbulkan tanda-tanda kecemasan, sedangkan obat-obatan menurunkan kadar norepinefrin akan menyebabkan depresi. 1
Peranan Gamma Amino Butiric Acid pada gangguan ini berbeda dengan norepinefrin. Norepinefrin bersifat merangsang timbulnya anxietas, sedangkan Gamma Amino Butiric Acid atau GABA bersifat menghambat terjadinya anxietas ini.
Pengaruh dari neutronstransmitter ini pada gangguan anxietas didapatkan dari peranan benzodiazepin pada gangguan tersebut. Benzodiazepin dan GABA membentuk “GABABenzodiazepin complex”yang akan menurunkan anxietas atau kecemasan. Penelitian pada hewan primata yang diberikan suatu agonist inverse benzodiazepine Beta- Carboline-Carboxylic-Acid (BCCA) menunjukkan gejala-gejala otonomik gangguan anxietas. 1,3
Mengenai peranan serotonin dalam gangguan anxietas ini didapatkan dari hasil pengamatan efektivitas obat-obatan golongan serotonergik terhadap anxietas seperti buspiron atau buspar yang merupakan agonist reseptor serotorgenik tipe 1A (5-HT 1A).Diduga serotonin mempengaruhi reseptor GABA-Benzodiazepin complex sehingga ia dapat berperan sebagai anti cemas. Kemungkinan lain adalah interaksi antara serotonin dan norepinefrin dalam mekanisme anxietas sebagai anti cemas. 1,2
Sehubungan dengan faktor-faktor psikolgik yang berperan dalam terjadinya anxietas ada tiga teori yang berhubungan dengan hal ini, yaitu : teori psikoanalitik, teori behavorial, dan teori eksistensial. Menurut teori psiko-analitik terjadinya anxietas ini adalah akibat dari konflik unconscious yang tidak terselesaikan. Teori behavior beranggapan bahwa terjadinya anxietas ini adalah akibat tanggapan yang salah dan tidak teliti terhadap bahaya. Ketidaktelitian ini sebagai akibat dari perhatian mereka yang selektif pada detil-detil negative dalam kehidupan, penyimpangan dalam proses informasi, dan pandangan yang negative terhadap kemampuan pengendalian dirinya . Teori eksistensial bependapat bahwa terjadinya anxietas adalah akibat tidakadanya rangsang yang dapat diidentifikasi secara spesifik. Ketiadaan ini membuat orang menjadi sadar akan kehampaannya di dalam kehidupan ini . 1,4

Gambaran klinik :
Gejala utama dari ganguan anxietas adalah rasa cemas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonomik, dan kewaspadaan kognitif. Kecemasan berlebihan dan mengganggu aspek lain kehidupan pasien
Gejala klinis Gangguan Cemas Menyeluruh meliputi: 5,6
• Penderita menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (free floating atau mengambang)
• Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
o Kecemasan (khawatir akan nasib buruk seperti berada di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dll)
o Ketegangan motorik (gelisah, gemetaran, sakit kepala, tidak dapat santai, dsb)
o Overaktivitas otonomik (terasa ringan, berkeringat, takikardi, takipnea, jantung berdebar-debar, sesak napas, epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan gangguan lainnya)
• Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta keluhan somatik berulang yang menonjol
• Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membetalkan diagnosis utama Gangguan anxietas menyeluruh, selema hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresi, gangguan anxietas fobik, gangguan panik atau gangguan obsesif kompulsif.

Diagnosis
Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnostik untuk gangguan campuran anxietas menyeluruh adalah sebagai berikut: 5,6
1. Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjolkan pada keadaan situasi khusus tertentu saja.
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
a) kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti diujung tanduk , sulit konsentrasi dan dsb.)
b) ketegangan motorik (gelisah,sakit,kepala,gemetaran tidak dapat santai)
c) overaktifitas otonomik (kepala terasa ringan , berkeringat, jantung berdebar-debar,sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dsb)
d) pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.
e) adanya gejala-gejala lain yang bersifat sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan anxietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresi (F32.), gangguan anxietas fobik (F40) gangguan panik (F41,0) atau gangguan obsesif-kompulsif (F42).

Diagnosis Banding
Diagnosis banding gangguan kecemasan menyeluruh adalah semua kondisi medis yang menyebabkan kecemasan. Pemeriksaan medis harus termasuk tes kimia darah standar, elektrokardiogram, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulan, putus alkohol dan putus sedatif atau hipnotik. 2

Terapi
Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan kecemasan menyeluruh adalah pengobatan yang mengkombinasikan psikoterapi dan farmakoterapi. Pengobatan mungkin memerlukan cukup banyak waktu bagi klinisi yang terlibat. 2,6,7
1. Psikoterapi
Pendekatan psikoterapi untuk gangguan kecemasan menyeluruh meliputi : 2,6
a) Terapi kognitif perilaku, terapi ini memiliki keunggulan jangka panjang dan jangka pendek. Pendekatan kognitif secara langsung menjawab distorsi kognitif pasien dan pendekatan perilaku menjawab keluhan somatik secara langsung.
b) Terapi suportif, terapi yang menawarkan ketentraman dan kenyamanan bagi pasien.
c) Terapi berorientasi tilikan, memusatkan untuk mengungkapkan konflik bawah sadar dan mengenali keuatan ego pasien.
2. Farmakoterapi 6,7
Golongan benzodiazepine sebagai “drug of choice” dari semua obat yang mempunyai efek anti-anxietas, disebabkan spesifitas, potensi dan keamanannya. Spektrum klinis benzodiazepine meliputi efek antianxietas, anti konvulsan, anti insomnia, premdikasi tindakan operatif.
a. Diazepam : ” broadspektrum”
b. Nitrazepam : dosis anti-anxietas dan anti insomnia berdekatan lebih efektif sebagai anti insomnia
c. Clobazam : ”psychomotor performance” paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang ingin tetap aktif
d. Lorazepam : ” short half life benzodiazepine ” , untuk pasien-pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal.
e. Alprazolam : efektif untuk anxietas antisipatorik ” onset of action lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti depresi.

Prognosis
Perlangsungan dari gangguan ini bersifat kronis residif dan prognosisnya sukar diramalkan. Sebanyak 25 % dari penderita gangguan ini mengalami gangguan panik.1

DAFTAR PUSTAKA
1. Idrus F. Anxietas dan Hipertensi. [online]. 2006 Mar 1 [cited 2008 Mar 16] ; Vol.27 No.1, Available from URL : http://www.j_med_nus.com
2. Kaplan HI, Saddock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. p. 1-62.
3. Wibisono S. Simposium Anxietas Konsep Diagnosis dan Terapi Mutakhir. Jakarta; 1990
4. Maramis W.F. Nerosa. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press; 2004. p.250-62
5. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa / PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2001. p. 74.
6. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001.
7. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis obat Psikotropika ed. Ketiga. Jakarta : Bagian ilmu kedokteran Jiwa FK-UNIKA Atmajaya; 2001

Tidak ada komentar: